Pages

TV ONLINE

CARA PASANG TV

18 Februari, 2011

Definisi Kewirausahaan

Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan
meruapakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dari waktu-ke waktu, hari demi hari, minggu demi minggi selalu mencari peluang untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi lah semua peluang dapat diperolehnya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya.

16 Februari, 2011

Konstruksi dan Detail Beton Bertulang

Sistem struktur dengan konstruksi beton sampai saat ini masih menjadi pilihan utama dalam pengerjaan bangunan. Selain karena kemudahan pengerjaan dan kuat tekan yang tinggi, beberapa pertimbangan lain diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan material penyusun serta kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya.

Konsep Sambungan Struktur Baja

6.3.1. Sistem Struktur dengan Konstruksi Baja
Hampir semua sistem konstruksi baja berat terbuat dari elemenelemen linear yang membentang satu arah. Berbagai penampang baja profil dengan flens lebar yang tersedia dalam berbagai ukuran dapat digunakan. Banyaknya ukuran penampang ini memungkinkan fleksibilitas dalam desain elemen balok-dan-kolom. Meskipun hubungan sederhana (sendi) umumnya digunakan pada sistem ini, kita dapat dengan mudah membuat titik hubung  yang mampu memikul momen. Struktur rangka yang titik-titik hubungnya mampu memikul momen, mempunyai tahanan terhadap beban lateral cukup besar. Kestabilan lateral juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan dinding geser atau elemen pengekang diagonal.

BALOK
Bentuk sayap lebar biasanya digunakan sebagai elemen yang membentang secara horizontal [lihat Gambar 6.7(a)]. Interval bentang yang mungkin untuk elemen ini sangat lebar. Elemen ini biasanya ditumpu sederhana kecuali apabila aksi rangka diperlukan untuk menjamin stabilitas, di mana hubungan yang mampu memikul momen digunakan. Bentuk-bentuk lain, seperti kanal, kadang-kadang digunakan untuk memikul momen, tetapi biasanya terbatas pada beban ringan dan bentang pendek.

Sistem Struktur pada Bangunan Gedung Bertingkat

2.2.1. Pengantar Aplikasi Sistem Struktur pada Bangunan
Sistem struktur pada bangunan gedung secara garis besar menggunakan beberapa sistem utama
a) Struktur Rangka atau Skeleton
Struktur kerangka atau skeleton terdiri atas komposisi dari kolomkolom dan balok-balok. Kolom sebagai unsur vertikal berfungsi sebagai penyalur beban dan gaya menuju tanah, sedangkan balok adalah unsur horisontal yang berfungsi sebagai pemegang dan media pembagian beban dan gaya ke kolom. Kedua unsur ini harus tahan terhadap tekuk dan lentur.

Selanjutnya dilengkapi dengan sistem lantai, dinding, dan komponen lain untuk melengkapi kebutuhan bangunan untuk pembentuk ruang. Sistem  dan komponen tersebut diletakkan dan ditempelkan pada kedua elemen rangka bangunan. Dapat dikatakan bahwa elemen yang menempel pada rangka bukanlah elemen struktural (elemen non-struktural). Bahan yang umumnya dipakai pada sistem struktur rangka adalah  kayu, baja, beton (Gambar 4.19) termasuk beton pra-cetak . Semua bahan tersebut harus tahan terhadap gaya-gaya tarik, tekan, puntir dan lentur. Saat ini bahan yang paling banyak digunakan adalah baja dan beton bertulang
karena mampu menahan gaya-gaya tersebut dalam skala yang besar. Untuk bahan pengisi non-strukturalnya dapat digunakan bahan yang ringan dan tidak mempunyai daya dukung yang besar, seperti susunan bata, dinding kayu, kaca dan lainnya.
Sistem rangka yang dibentuk dengan elemen vertikal dan horisontal baik garis atau bidang, akan membentuk pola satuan ukuran yang disebut grid (Gambar4.20). Grid berarti kisi-kisi yang bersilangan tegak lurus satu dengan lainnya membentuk pola yang teratur. Berdasarkan pola yang dibentuk serta arah penyaluran pembebanan atau gayanya, maka sistem rangka umumnya terdiri atas dua macam yaitu: sistem rangka dengan bentang satu arah (one way spanning) dan bentang dua arah (two way spanning). Bentuk grid persegi panjang menggunakan sistem bentang satu arah, dengan penyaluran gaya ke arah bentang yang pendek. Sedangkan untuk pola grid yang cenderung bujursangkar maka penyaluran gaya terjadi ke arah kedua sisinya, maka sistem struktur yang digunakan adalah sistem bentang dua arah. Aksi struktur dua arah dapat diperoleh jika perbandingan dimensi bentang panjang dengan bentang pendek lebih kecil dari 1,5.
Sistem struktur rangka banyak berkembang untuk aplikasi pada bangunan tinggi (multi-storey structure) dan bangunan dengan bentang lebar (long-span structure)
b) Struktur Rangka Ruang
Sistem rangka ruang dikembangkan dari sistem struktur rangka batang  dengan penambahan rangka batang kearah tiga dimensinya (gambar 4.21). Struktur rangka ruang adalah komposisi dari batang-batang yang masing-masing berdiri sendiri, memikul gaya tekan atau gaya tarik yang sentris dan dikaitkan satu sama lain dengan sistem tiga dimensi atau ruang. Bentuk rangka ruang dikembangkan dari pola grid dua lapis (doubel-layer grids), dengan batang-batang yang menghubungkan titik-titik grid secara tiga dimensional.
Elemen dasar pembentuk struktur rangka ini adalah:
? Rangka batang bidang
? Piramid dengan dasar segiempat membentuk oktahedron
? Piramid dengan dasar segitiga membentuk tetrahedron (Gambar 4,22)
Beberapa sistem selanjutnya dikembangkan model rangka ruang berdasarkan pengembangan sistem konstruksi sambungannya (Gambar 4.23), antara lain:
? Sistem Mero
? Sistem space deek
? Sistem Triodetic
? Sistem Unistrut
? Sistem Oktaplatte
? Sistem Unibat
? Sistem Nodus
? Sistem NS Space Truss
c) Struktur Permukaan Bidang
Struktur permukaan bidang termasuk juga struktur form-active biasanya digunakan pada keadaan khusus dengan persyaratan struktur dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Struktur-struktur permukaan bidang pada umumnya menggunakan material-material khusus yang dapat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dengan ketebalan yang minimum. Beberapa jenis struktur ini antara lain:
???? Struktur bidang lipat
Struktur bidang lipat dibentuk melalui lipatan-lipatan bidang datar dengan kekakuan dan kekuatan yang terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan akan mempunyai kekakuan yang lebih karena momen inersia yang lebih besar, karena bentuk lipatan akan memiliki ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan plat datar.
???? Struktur cangkang
Struktur cangkang adalah sistem dengan pelat melengkung ke satu arah atau lebih yang tebalnya jauh lebih kecil daripada bentangnya. Gaya-gaya yang harus didukung dalam struktur cangkang disalurkan secara merata melalui permukaan bidang sebagai gaya-gaya membran yang diserap oleh elemen strukturnya. Gaya-gaya disalurkan sebagai gaya normal, dengan demikian tidak terdapat gaya lintang dan lentur. Resultan gaya yang tersebar diserap ke dalam struktur dengan gaya tangensial yang searah dengan kelengkungan bidang permukaannya.
???? Struktur membran
Struktur membran mempunyai prinsip yang sama dengan struktur cangkang, tetapi dengan bahan bidang permukaan yang sangat tipis. Kekakuan selaput tipis tersebut diperoleh dengan elemen tarik yang membentuk jala-jala yang saling membantu untuk menambah kapasitas menahan beban-beban lendutan.
d) Struktur Kabel dan Jaringan
Struktur kabel dan jaringan dikembangkan dari kemampuan kabel menahan gaya tarik yang tinggi. Dengan menggunakan sistem tarik maka tidak diperlukan sistem penopang vertikal untuk elemen horisontalnya (lantai atau atap), sehingga daerah di bawah elemen horisontal (ruang) memiliki bentangan yang cukup besar. Bangunan dengan aplikasi sistem struktur in I akan sangat mendukung untuk bangunan bentang luas berbentang lebar, seperti dome, stadion, dll (Gambar 4.24). Sistem yang dikembangkan pada struktur kabel antara lain :
? Struktur atap tarik dengan kolom penunjang
? Struktur kabel tunggal
? Struktur kabel ganda
2.2.2. Analisis Struktur Rangka Kaku
Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas elemen-elemen linier, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan  pada ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi relatif di antara elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan demikian, elemen struktur itu menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya balok menerus, struktur rangka kaku adalah struktur statis tak tentu. Banyak struktur rangka kaku yang tampaknya sama dengan sistem post and beam, tetapi pada kenyataannya struktur rangka ini mempunyai perilaku yang sangat berbeda dengan struktur post and beam. Hal ini karena adanya titik-titik hubung pada rangka kaku. Titik hubung dapat cukup kaku sehingga memungkinkan kemampuan untuk memikul beban lateral pada  rangka, dimana beban demikian tidak dapat bekerja pada struktur rangka yang memperoleh kestabilan dari hubungan kaku antara kaki dengan papan horisontalnya.
a) Prinsip Rangka Kaku
Cara yang paling tepat untuk memahami perilaku struktur rangka sederhana adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban dengan struktur post and beam. Perilaku kedua macam struktur ini berbeda dalam hal titik hubung, dimana titik hubung ini bersifat kaku pada rangka dan tidak kaku pada struktur post and beam. Gambar 4.25 menunjukkan jenisjenis struktur rangka dan perbedaannya dengan struktur post and beam.
b) Beban Vertikal
Pada struktur post and beam, struktur akan memikul beban beban vertikal dan selanjutnya beban diteruskan ke tanah. Pada struktur jenis ini, balok terletak bebas di atas kolom. Sehingga pada saat beban menyebabkan momen pada balok, ujung-ujung balok berotasi di ujung atas kolom. Jadi, sudut yang dibentuk antara ujung balok dan ujung atas kolom berubah. Kolom tidak mempunyai kemampuan untuk menahan rotasi ujung balok. Ini berarti tidak ada momen yang dapat diteruskan ke kolom,sehingga kolom memikul gaya aksial. Apabila suatu struktur rangka kaku mengalami beban vertikal seperti di atas, beban tersebut juga dipikul oleh balok, diteruskan ke kolom dan akhirnya diterima oleh tanah. Beban itu menyebabkan balok cenderung berotasi. Tetapi pada struktur rangka kaku akan terjadi rotasi bebas pada ujung yang mencegah rotasi bebas balok. Hal ini dikarenakan ujung atas kolom dan balok berhubungan secara kaku. Hal penting yang terjadi adalah balok tersebut lebih bersifat mendekati balok berujung jepit, bukan terletak secara sederhana.
Seiring dengn hal tersebut, diperoleh beberapa keuntungan, yaitu bertambahnya kekakuan, berkurangnya defleksi, dan berkurangnya momen lentur internal. Akibat lain dari hubungan kaku tersebut adalah bahwa kolom menerima juga momen lentur serta gaya aksial akibat ujung kolom cenderung memberikan tahanan rotasionalnya. Ini berarti desain kolom menjadi relatif lebih rumit. Titik hubung kaku berfungsi sebagai satu kesatuan. Artinya, bila titik ujung itu berotasi, maka sudut relatif antara elemen-elemen yang dihubungkan tidak berubah. Misalnya, bila sudut antara balok dan kolom semula 900, setelah titik hubung berotasi, sudut akan tetap 900. Besar rotasi titik hubung tergantung pada kekakuan relatif antara balok dan kolom. Bila kolom semakin relatif kaku terhadap balok, maka kolom lebih mendekati sifat jepit terhadap ujung balok, sehingga rotasi titik hubung semakin kecil.
Bagaimanapun rotasi selalu terjadi walaupun besarannya relatif kecil. Jadi kondisi ujung balok pada struktur rangka kaku terletak di antara kondisi ujung jepit (tidak ada rotasi sama sekali) dan kondisi ujung sendi-sendi (bebas berotasi). Begitu pula halnya dengan ujung atas kolom. Perilaku yang dijelaskan di atas secara umum berarti bahwa balok pada sistem rangka kaku yang memikul beban vertikal dapat didesain lebih kecil daripada balok pada sistem post and beam. Sedangkan kolom pada struktur rangka kaku harus didesain lebih besar dibandingkan dengan kolom pada struktur post and beam, karena pada struktur rangka kaku ada kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Sedangkan pada struktur post and beam hanya terjadi gaya aksial. Ukuran relatif kolom akan semakin dipengaruhi bila tekuk juga ditinjau. Hal ini dikarenakan kolom pada struktur rangka mempunyai tahanan ujung, sedangkan kolom pada post and beam tidak mempunyai tahanan ujung. Perbedaan lain antara struktur rangka kaku dan struktur post and beam sebagai respon terhadap beban vertikal adalah adanya reaksi horisontal pada struktur rangka kaku. Sementara pada struktur post and beam tidak ada.
Pondasi untuk rangka harus didesain untuk memikul gaya dorong horisontal yang ditimbulkan oleh beban vertikal. Pada struktur post and beam yang dibebani vertikal, tidak ada gaya dorong horisontal, jadi tidak ada reaksi horisontal. Dengan demikian, pondasi struktur post and beam relatif lebih sederhana dibandingkan pondasi untuk struktur rangka.
c) Beban Horisontal
Perilaku struktur post and beam dan struktur rangka terhadap beban horisontal sangat berbeda. Struktur post and beam dapat dikatakan hampir tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk memikul beban horisontal. Adanya sedikit kemampuan, pada umumnya hanyalah karena berat sendiri dari tiang / kolom (post), atau adanya kontribusi elemen lain, misalnya dinding penutup yang berfungsi sebagai bracing. Tetapi perlu diingat bahwa kemampuan memikul beban horisontal pada struktur post and beam ini sangat kecil. Sehingga struktur post and beam tidak dapat digunakan untuk memikul beban horisontal seperti beban gempa dan angin.  Sebaliknya, pada struktur rangka timbul lentur, gaya geser dan gaya aksial pada semua elemen, balok maupun kolom. Momen lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (angin dan gempa) seringkali mencapai maksimum pada penampang dekat titik hubung. Dengan demikian, ukuran elemen struktur di bagian yang dekat dengan titik hubung pada umumnya dibuat besar atau diperkuat bila gaya lateralnya cukup besar.
Rangka kaku dapat diterapkan pada gedung besar maupun kecil. Secara umum, semakin tinggi gedung, maka akan semakin besar pula momen dan gaya-gaya pada setiap elemen struktur. Kolom terbawah pada gedung bertingkat banyak pada umumnya memikul gaya aksial dan momen lentur terbesar. Bila beban lateral itu sudah sangat besar, maka umumnya diperlukan kontribusi elemen struktur lainnya untuk memikul, misalnya dengan menggunakan pengekang (bracing) atau dinding geser (shear walls).
d) Kekakuan Relatif Balok dan Kolom
Pada setiap struktur statis tak tentu, termasuk juga rangka (frame), besar momen dan gaya internal tergantung pada karakteristik relatif antara elemen-elemen strukturnya. Kolom yang lebih kaku akan memikul beban horisontal lebih besar. Sehingga tidak dapat digunakan asumsi bahwa reaksi horisontal sama besar. Momen yang lebih besar akan timbul pada kolom yang memikul beban horisontal lebih besar (kolom yang lebih kaku). Perbedaan kekakuan relatif antara balok dan kolom juga mempengaruhi momen akibat beban vertikal. Semakin kaku kolom, maka momen yang timbul akan lebih besar daripada kolom yang relatif kurang kaku terhadap balok. Untuk struktur yang kolomnya relatif lebih kaku terhadap balok, momen negatif pada ujung balok yang bertemu dengan kolom kaku akan membesar sementara momen positifnya berkurang. Efek variasi kekakuan tersebut seperti pada Gambar 4.26.
e) Goyangan (Sideways)
Pada rangka yang memikul beban vertikal, ada fenomena yang disebut goyangan (sidesway). Bila suatu rangka tidak berbentuk simetris, atau tidak dibebani simetris, struktur akan mengalami goyangan (translasi horisontal) ke salah satu sisi.
f) Penurunan Tumpuan (Support Settlement)
Seperti halnya pada balok menerus, rangka kaku sangat peka terhadap turunnya tumpuan (Gambar 4.27). Berbagai jenis tumpuan (vertikal, horisontal, rotasional) dapat menimbulkan momen. Semakin besar differential settlement, akan semakin besar pula momen yang ditimbulkan. Bila gerakan tumpuan ini tidak diantisipasi sebelumnya, momen tersebut dapat menyebabkan keruntuhan pada rangka. Oleh karena itu perlu diperhatikan desain pondasi struktur rangka kaku untuk memperkecil kemungkinan terjadinya gerakan tumpuan.
g) Efek Kondisi Pembebanan Sebagian
Seperti yang terjadi pada balok menerus, momen maksimum yang terjadi pada struktur rangka bukan terjadi pada saat rangka itu dibebani penuh. Melainkan pada saat dibebani sebagian. Hal ini sangat menyulitkan proses analisisnya. Masalah utamanya adalah masalah prediksi kondisi beban yang bagaimanakah yang menghasilkan momen kritis.
h) Rangka Bertingkat Banyak
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis rangka bertingkat banyak yang mengalami beban lateral. Salah satunya  adalah Metode Kantilever (Gambar 4.28), yang mulai digunakan pada tahun 1908. Metode ini menggunakan banyak asumsi, yaitu antara lain :
???? ada titik belok di tengah bentang setiap balok
???? ada titik belok di tengah tinggi setiap kolom
???? besar gaya aksial yang terjadi di setiap kolom pada suatu tingkat sebanding dengan jarak horisontal kolom tersebut ke pusat berat semua kolom di tingkat tersebut.
Metode analisis lain yang lebih eksak adalah menggunakan perhitungan berbantuan komputer. Walaupun dianggap kurang eksak, metode kantilever sampai saat ini masih digunakan, terutama untuk memperlajari perilaku struktur bertingkat banyak.
i) Rangka Vierendeel
Struktur Vierendeel seperti pada Gambar 4.29, adalah struktur rangka kaku yang digunakan secara horisontal. Struktur ini tampak seperti rangka batang yang batang diagonalnya dihilangkan. Perlu diingat bahwa struktur ini adalah rangka, bukan rangka batang. Jadi titik hubungnya kaku. Struktur demikian digunakan pada gedung karena alasan fungsional, dimana tidak diperlukan elemen diagonal. Struktur Vierendeel ini pada umumnya lebih efisien daripada struktur rangka batang.
2.2.3. Desain Rangka Kaku
Struktur rangka adalah jenis struktur yang tidak efisien apabila digunakan untuk beban lateral yang sangat besar. Untuk memikul beban  yang demikian akan lebih efisien menambahkan dinding geser (shear wall) atau pengekang diagonal (diagonal bracing) pada struktur rangka. Apabila persyaratan fungsional gedung mengharuskan penggunaan rangka, maka dimensi dan geometri umum rangka yang akan didesain sebenarnya sudah dipastikan. Masalah desain yang utama adalah pada penentuan tiitik hubung, jenis material dan ukuran penampang struktur.
a) Pemilihan Jenis Rangka
Derajat kekakuan struktur rangka tergantung antara lain pada banyak dan lokasi titik-titik hubung sendi dan jepit (kaku). Titik hubung sendi dan jepit seringkali diperlukan untuk maksud-maksud tertentu, meminimumkan momen rencana dan memperbesar kekakuan adalah tujuan-tujuan desain umum dalam memilih jenis rangka. Tinjauan lain meliputi kondisi pondasi dan kemudahan pelaksanaan. Gambar 4.30 menunjukan beberapa jenis struktur rangka yang mempunyai bentuk berdasarkan pada momen lentur yang terjadi padanya.
Momen yang diakibatkan oleh turunnya tumpuan pada rangka yang mempunyai tumpuan sendi akan lebih kecil daripada yang terjadi pada rangka bertumpuan jepit. Selain itu, pondasi untuk rangka bertumpuan sendi tidak perlu mempunyai kemampuan memikul momen. Gaya dorong horisontal akibat beban vertikal juga biasanya lebih kecil pada rangka bertumpuan sendi dibandingkan dengan rangka yang bertumpuan jepit. Rangka bertumpuan jepit dapat lebih memberikan keuntungan meminimumkan momen dan mengurangi defleksi bila dibandingkan dengan rangka bertumpuan sendi. Dalam desain harus ditinjau berbagai macam  kemungkinan agar diperoleh hasil yang benar-benar diinginkan.
b) Momen Desain
Untuk menentukan momen desain, diperlukan momen gabungan akibat beban vertikal dan beban horisontal. Dalam bebrapa hal, momenmomen akibat beban vertikal dan lateral (horisontal) ini saling memperbesar. Sementara dalam kondisi lain dapat saling mengurangi. Momen kritis terjadi apabila momen-momen tersebut saling memperbesar. Perlu diingat bahwa
beban lateral umumnya dapat mempunyai arah yang berlawanan dengan yang tergambar. Karena itu, umumnya yang terjadi adalah momen yang saling memperbesar, jarang yang saling memperkecil. Apabila momen maksimum kritis, gaya aksial dan geser internal telah diperoleh, maka penentuan ukuran penampang elemen struktural dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
(1) Mengidentifikasi momen dan gaya internal, maksimum yang ada di
bagian elemen struktur tersebut, selanjutnya menentukan ukuran penampang di seluruh elemen tersebut berdasarkan gaya dan momen internal tadi, sampai ukuran penampang konstan pada seluruh panjang elemen struktur tersebut. Cara ini seringkali menghasilkan elemen struktur yang berukuran lebih (over-size) di seluruh bagian elemen, kecuali titik kritis. Oleh karena itu, cara ini dianggap kurang efisien dibanding cara kedua berikut ini.
(2) Menentukan bentuk penampang sebagai respon terhadap variasi gaya momen kritis. Biasanya cara ini digunakan dalam desain balok menerus.
c) Penentuan Bentuk Rangka
(1) Struktur Satu Bentang
Pendekatan dengan menggunakan respon terhadap beban vertikal sebagai rencana awal tidak mungkin dilakukan berdasarkan momen negatif dan positif maksimum yang mungkin terjadi di setiap penampang akibat kedua jenis pembebanan tersebut. Konfigurasi yang diperoleh tidak optimum untuk kondisi beban lateral maupun beban vertikal, namun dapat memenuhi kondisi simultan kedua jenis pembebanan tersebut. (Gambar 4.31)
(2) Rangka Bertingkat Banyak
Pada struktur rangka bertingkat banyak juga terjadi hal-hal yang sama dengan yang terjadi pada struktur rangka berbentang tunggal.
d) Desain Elemen dan Hubungan
Penentuan bentuk elemen struktur dapat pula dilakukan dengan menggunakan profil tersusun. Titik hubung yang memikul momen umumnya dilas/disambung dengan baut pada kedua flens untuk memperoleh kekakuan hubungan yang dikehendaki. Umumnya digunakan plat elemen pengaku di titik-titik hubung kaku agar dapat mencegah terjadinya tekuk pada elemen flens dan badan sebagai akibat dari adanya tegangan tekan yang besar akibat momen. Rangka beton bertulang umumnya menggunakan tulangan di semua muka sebagai akibat dari distribusi momen akibat berbagai pembebanan. Tulangan baja terbanyak umumnya terjadi di titik-titik hubung kaku. Pemberian pasca tarik dapat pula digunakan pada elemen struktur horisontal dan untuk menghubungkan elemen-elemen vertikal. Rangka kayu biasanya mempunyai masalah, yaitu kesulitan membuat titik hubung yang mampu memikul momen. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan memakai knee braces. Titik hubung perletakannya biasanya berupa sendi.
2.2.4. Analisis Struktur Plat dan Grid
Plat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari meterial monolit yang tingginya relatif kecil dibandingkan dengan dimensidimensi lainya. Beban yang umum bekerja pada plat mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Plat dapat ditumpu di seluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu, misalnya oleh kolom-kolom, atau bahkan campuran antar tumpuan menerus dan tumpuan titik. Kondisi tumpuan bisa berbentuk sederhana atau jepit. Adanya kemungkinan variasi kondisi tumpuan menyebabkan plat dapat digunakan untuk berbagai keadaan. Rangka ruang (sebenarnya merupakan rangka batang) yang terdiri dari elemen-elemen pendek kaku berpola segitiga yang disusun secara tiga dimensi dan membentuk struktur permukaan bidang kaku yang besar dengan ketebalan relatif tipis adalah struktur yang analog dengan plat.
Struktur Grid juga merupakan suatu contoh analogi lain dari struktur plat. Struktur grid bidang secara khas terdiri dari elemen-elemen linier kaku panjang seperti balok atau rangka batang, dimana batang-batang tepi atas dan bawah terletak sejajar. Titik hubungnya bersifat kaku. Distribusi momen dan geser pada struktur seperti ini dapat merupakan distribusi yang terjadi pad plat monolit. Pada umumnya grid berbutir kasar lebih baik memikul beban terpusat. Sedangkan plat dan rangka ruang dengan banyak elemen struktur kecil cenderung lebih cocok untuk memikul beban terdistribusi merata. Beberapa skema bentuk struktur plat, rangka ruang dan grid seperti pada Gambar 4.32.
a) Struktur Plat
(1) Struktur Plat Satu Arah
Beberapa hal perlu menjadi perhatian dalam pembahasan struktur plat satu arah, yaitu :
???? Beban Merata
struktur plat berperilaku hampir sama dengan struktur grid. perbedaannya adalah bahwa pada struktur plat, berbagi aksi terjadi secara kontinu melalui bidang slab, bukan hanya pada titik-titik tumpuan. Plat tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Gambar 4.33 mengilustrasikan struktur plat satu arah.
???? Beban Terpusat
Plat yang memikul beban terpusat berperilaku lebih rumit. Plat tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Karena adanya beban yang diterima oleh jalur balok, maka balok cenderung berdefleksi ke bawah. Kecenderungan itu dikurangi dengan adanya hubungan antara jalurjalur tersebut. Torsi juga terjadi pada jalur tersebut. Pada jalur yang semakin jauh dari jalur dimana beban terpusat bekerja, torsi dan geser yang terjadi akan semakin berkurang di jalur yang mendekati tepi plat. Hal ini berarti momen internal juga berkurang. Jumlah total reaksi harus sama dengan beban total yang bekerja pada seluruh arah vertikal. Jumlah momen tahanan internal yang terdistribusi di seluruh sisi plat juga harus sama dengan momen eksternal total. Hal ini didasarkan atas tinjauan keseimbangan dasar.
???? Plat Berusuk
Plat berusuk adalah sistem gabungan balok-slab. Apabila slab mempunyai kekakuan yang relatif kaku, maka keseluruhan susunan ini akan berperilaku sebagai slab satu arah (Gambar 4.34), bukan balok-balok sejajar. Slab transveral dianggap sebagai plat satu arah menerus di atas balok. Momen negatif akan terjadipada slab di atas balok.
(2) Struktur Plat Dua Arah
Bahasan atas struktur plat dua arah akan dijelaskan berdasarkan kondisi tumpuan yang ada (gambar 4.35), yaitu sebagai berikut :
???? Plat sederhana di atas kolom
???? Plat yang ditumpu sederhana di tepi-tepi menerus
???? Plat dengan tumpuan tepi jepit menerus
???? Plat di atas balok yang ditumpu kolom
b) Struktur Grid
Pada struktur grid, selama baloknya benar-benar identik, beban akan sama di sepanjang sisi kedua balok. Setiap balok akan memikul setengah dari beban total dan meneruskan ke tumpuan. Apabila balok-balok tersebut tidak identik maka bagian terbesar dari beban akan dipikul oleh balok yang lebih kaku. Apabila balok mempunyai panjang yang tidak sama, maka balok yang lebih pendek akan menerima bagian beban yang lebih besar dibandingkan dengan beban yang diterima oleh balok yang lebih panjang. Hal ini karena balok yang lebih pendek akan lebih kaku. Kedua balok tersebut akan mengalami defleksi yang sama di titik pertemuannya karena keduanya
dihubungkan pada titik tersebut. Agar defleksi kedua balok itu sama, maka diperlukan gaya lebih besar pada balok yang lebih pendek. Dengan demikian, balok yang lebih pendek akan memikul bagian beban yang lebih besar. Besar relatif dari beban yang dipikul pada struktur grid saling tegak lurus, dan bergantung pada sifat fisis dan dimensi elemen-elemen grid tersebut (Gambar 4.36). Pada grid yang lebih kompleks, baik aksi dua arah maupun torsi dapat terjadi. Semua elemen berpartisipasi dalam memikul beban dengan memberikan kombinasi kekuatan lentur dan kekuatan torsi. Defleksi yang terjadi pada struktur grid yang terhubung kaku akan lebih kecil dibandingkan dengan defleksi pada struktur grid terhubung sederhana.
2.2.5. Desain Sistem Dua Arah: Plat, Grid dan Rangka Ruang
a) Desain Plat Beton Bertulang
Beberapa faktor yang merupakan tinjauan desain pada plat beton bertulang. Faktor-faktor itu antara lain :
(1) Momen Plat dan penempatan tulangan baja
Tebal plat beton bertulang dan banyaknya serta lokasi penempatan tulangan baja yang digunakan pada slab atau plat bertinggi konstan selalu bergantung pada besar dan distribusi momen pada plat tersebut. Tulangan baja harus diletakkan pada seluruh daerah tarik. Karena momen bersifat kontinu, maka tulangan baja harus mempunyai jarak yang dekat. Umumnya tulangan dipasang sejajar.
(2) Bentang efektif
Semakin besar bentang, maka semakin besar momen yang timbul. Hal ini berarti, semakin tebal pula plat beton tersebut. Bila plat beton yang digunakan tebal, maka berat sendiri struktur akan bertambah. Karena alasan ini, plat beton seringkali dilubangi untuk mengurangi berat sendiri, tanpa mengurangi tinggi strukturalnya secara berarti. Sistem ini biasa disebut slab wafel. (Gambar 4.37)
(3) Tebal plat
Perbandingan L/d untuk mengestimasi tebal slab secara pendekatan adalah sebagai berikut :
(4) Efek gaya geser
Geser juga terjadi pada plat dan kadang kala bersifat dominan. Memperbesar luas geser plat dapat dilakukan dengan mempertebal plat. Namun hal ini menyebabkan plat tidak ekonomis. Solusinya adalah dengan menggunakan drop panel, yaitu plat dengan penebalan setempat. Alternatif lain, luas geser dapat diperbesar dengan memperbesar ukuran plat. Hal ini dapat dilakukan secara lokal dengan menggunakan kepala kolom (column capitals). Semakin besar kepala kolom, maka akan semakin besar pula luas geser plat. Plat yang menggunakan kepala kolom seperti ini biasanya disebut plat datar (flat slab). (Gambar 4.38)
b) Struktur Rangka Ruang
Beberapa faktor yang akan diuraikan berikut merupakan tinjauan desain pada struktur rangka ruang. Faktor-faktor itu antara lain :
(1) Gaya-gaya elemen struktur
Gambar 4.39 berikut ini mengilustrasikan gaya-gaya elemen yang terjadi pada struktur rangka ruang.
(2) Desain batang dan bentuk
Banyak sekali unit geometris yang dapat digunakan untuk membentuk unit berulang mulai dari tetrahedron sederhana, sampai bentuk-bentuk polihedral lain (Gambar 4.40). Rangka ruang tidak harus terdiri atas modul-modul individual, tapi dapat pula terdiri atas bidang-bidang yang dibentuk oleh batang menyilang dengan jarak seragam.
Struktur Plat Lipat
Kekakuan struktur plat satu arah dapat sangat dibesarkan dengan menghilangkan sama sekali permukaan planar, dan membuat deformasi besar pada plat itu, sehingga tinggi struktural plat semakin besar. Struktur semacam ini disebut plat lipat (folded plat), seperti pada Gambar 4.41..
Karateristik struktur plat lipat adalah masing-masing elemen plat berukuran relatif panjang. Prinsip desain yang mendasari hal ini adalah mengusahakan sedemikian rupa agar sebanyak mungkin material terletak jauh dari bidang tengah struktur.
2.2.6. Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Bertingkat Tinggi
Dasar pemilihan suatu sistem struktur untuk bangunan tinggi adalah harus memenuhi syarat kekuatan dan kekakuan. Sistem struktur harus mampu menahan gaya lateral dan beban gravitasi yang dapat menyebabkan deformasi geser horisontal dan lentur. Hal lain yang penting dipertimbangkan dalam perencanaan skema struktural dan layout adalah persyaratan-persyaratan meliputi detail arsitektural, utilitas bangunan, transportasi vertikal, dan pencegahan kebakaran. Efisiensi dari sistem struktur dinilai dari kemampuannya dalam menahan beban lateral yang tinggi, dimana hal ini dapat menambah tinggi rangka. Suatu bangunan dinyatakan sebagai bangunan tinggi bila efek beban lateral tercermin dalam desainnya. Defleksi lateral dari suatu bangunan tinggi harus dibatasi untuk mencegah kerusakan elemen struktural dan non-struktural. Kecepatan angin di bagian atas bangunan juga harus dibatasi sesuai dengan kriteria kenyamanan, untuk menghindari kondisi yang tidak nyaman bagi penghuninya. Gambar 4.42 berikut ini adalah batasan-batasan umum, dimana suatu sistem rangka dapat digunakan secara efisien untuk bangunan bertingkat banyak.
Berbagai jenis sistem struktur di atas dapat diklasifikasikan atas dua kelompok utama, yaitu :
? medium-height building, meliputi : shear-type deformation predominant
? high-rise cantilever structures, meliputi : framed tubes, diagonal tubes, and braced trusses
Klasifikasi ini didasarkan atas keefektifan struktur tersebut dalam menahan beban lateral. Dari diagram di atas, sistem struktur yang terletak pada ujung kiri adalah sistem struktur rangka dengan tahanan momen yang efisien untuk bangunan dengan tinggi 20-30 lantai. Dan pada ujung kanan adalah sistem struktur tubular dengan efisiensi kantilever tinggi. Sistem struktur lainnya merupakan sistem struktur yang bentuknya merupakan aplikasi dari berbagai batasan ekonomis dan batasan ketinggian bangunan. Menurut Council on Tall Buildings and Urban Habitat 1995, dalam menyusun suatu metode klasifikasi bangunan tinggi berdasarkan sistem     strukturnya, klasifikasi ini harus meliputi bahasan atas empat tinjauan, yaitu tinjauan terhadap : sistem rangka utama, sub-sistem pengekang (bracing), rangka lantai, dan konfigurasi serta distribusi beban. Pengelompokan ini ditekankan pada tahanan terhadap beban lateral. Sedangkan bahasan terhadap fungsi pikul-beban dari sub-sistem bangunan tinggi bisa lebih bebas ditentukan. Suatu sistem pencakar langit yang efisien harus mempunyai elemen penahan beban vertikal yang sesuai dalam sub-sistem beban lateral dengan tujuan untuk meminimalkan beban lateral terhadap keseluruhan struktur.
2.2.7. Klasifikasi Rangka Bangunan Bertingkat
Dengan mengetahui berbagai variasi sistem rangka, maka dapat memudahkan pembuatan model sistem rangka bertingkat banyak. Unt uk struktur tiga dimensi yang lebih rumit yang melibatkan interaksi berbagai sistem struktur, model yang sederhana sangat berguna dalam tahap preliminary design dan untuk komputasi. Model ini harus dapat mempresentasikan perilaku dari tiap elemen rangka dan efeknya terhadap keseluruhan struktur. Berikut ini akan dibahas tentang beberapa sistem rangka sebagai struktur untuk konstruksi bangunan berlantai banyak.
a) Rangka Momen (Moment Frames)
Suatu rangka momen memperoleh kekakuan lateral terutama dari tekukan kaku dari elemen rangka yang saling dihubungkan dengan sambungan kaku. Sambungan ini harus didesain sedemikian rupa sehingga punya cukup kekuatan dan kekakuan, serta punya kecenderungan deformasi minimal. Deformasi yang akan terjadi harus diusahakan seminimal mungkin berpengaruh terhadap distribusi gaya internal dan momen dalam struktur atau dalam keselutuhan deformasi rangka. Suatu rangka kaku tanpa pengekang (unbraced) harus mampu memikul beban lateral tanpa mengandalkan sistem bracing tambahan untuk stabilitasnya. Rangka itu sendiri harus tahan terhadap gaya-gaya rencana, meliputi beban dan gaya lateral. Disamping itu, rangka juga harus mempunyai cukup kekakuan lateral untuk menahan goyangan bila dibebani gaya horisontal dari angin dan gempa. Walaupun secara detail, sambungan kaku mempunyai nilai ekonomis struktur yang rendah, namun rangka kaku tanpa pengekang menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam merespon beban dan gempa. Dari sudut pandang arsitektural, akan banyak keuntungan bila tidak digunakan sistem bracing triangulasi atau sisitem dinding solid pada bangunan.
b) Rangka Sederhana

Suatu sistem rangka sederhana mengacu pada sistem struktur dimana balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan baut (pinnedjoints), dan sistem ini tidak mempunyai ketahanan terhadap beban lateral. Stabilitas struktur ini dicapai dengan menambahkan sistem pengaku (bracing) sepeti pada gambar 4.43. Dengan demikian, beban lateral ditahan oleh bracing. Sedangkan beban vertikal dan lateral ditahan oleh sistem rangka dan sistem bracing tersebut. Beberapa alasan penggunaan rangka dengan sambungan baut (pinned-joints frame) dalam desain rangka baja bertingkat banyak adalah :
a. Rangka jenis ini mudah dilaksanakan
b. Sambungan baut lebih dipilih dibandingkan sambungan las, yang umumnya memerlukan pengawasan khusus, perlindungan terhadap cuaca, dan persiapan untuk permukaannya dalam pengerjaannya.
c. Rangka jenis ini mudah dari segi desain dan analisis.
d. Lebih efektif dari segi pembiayaan. Penggunaan sistem bracing pada rangka sederhana lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan sambungan kaku pada rangka sederhana.
c) Sistem Pengekang (Bracing Systems)
Sistem bracing menjamin stabilitas lateral dari keseluruhan kinerja rangka. Sistem ini bisa berupa rangka triangulasi, dinding geser atau core, atau rangka dengan sambungan kaku. Umumnya bracing pada gedung ditempatkan untuk mengakomodasi ruang lift dan tangga. Pada struktur baja, umumnya digunakan truss triangulasi vertikal sebagai bracing. Tidak seperti pada struktur beton, dimana semua sambungan bersifat menerus, cara yang paling efisien pada baja digunakan sambungan berupa penggantung untuk menghubungkan masing-masing elemen baja. Untuk struktur yang sangat kaku, dinding geser / shear wall atau core umum digunakan. Efesiensi bangunan dalam menahan gaya lateral bergantung pada lokasi dan tipe sistem bracing yang digunakan untuk mengantikan dinding geser dan core di sekelilimg shaft lift dan tangga.
d) Rangka dengan Pengekang (Braced Frame) dan Rangka Tanpa Pengekang (Unbraced Frame)
Sistem rangka bangunan dapat dipisahkan dalam dua macam sistem, yaitu sistem tahanan beban vertikal dan sistem tahanan beban horisontal. Fungsi utama dari sistem bracing ini adalah untuk menahan gaya lateral. Pada beberapa kasus, tahanan beban vertikal juga mempunyai kemampuan untuk menahan gaya horisontal. Untuk membandingkan kedua sistem bracing ini perlu diperhatikan perilaku sistem terutama responnya terhadap gaya-gaya horisontal.
Gambar 4.44 menunjukan perbandingan antara kedua sistem bracing di atas. Struktur A menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang merupakan kesatuan dengan struktur utama. Sedangkan struktur B menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang sifatnya terpisah dari struktur utama. Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengaku
(braced) bila tahanan terhadap goyangan disediakan oleh sistem bracing sebagai respon terhadap beban lateral, dimana pengekang tersebut mempunyai cukup kekakuan dan dapat secara akurat merespon beban horisontal. Rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengekang (braced) bila sistem bracing mampu mereduksi geser horisontal lebih dari 80%.
e) Sway Frame dan Un-sway Frame
Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai ‘un-sway frame’ bila respon terhadap gaya horisontal dalam bidang cukup kaku untuk menghindari terjadinya tambahan gaya internal dan momen dari pergeseran horisontal tersebut. Dalam desain rangka bangunan berlantai banyak, perlu untuk memisahkan kolom dari rangka dan memperlakukan stabilitas dari kolom dan rangka sebagai masalah yang berbeda. Untuk kolom dalam rangka berpengaku, diasumsikan bahwa kolom dibatasi pada ujung-ujungnya dari geser horisontal, sehingga pada ujung kolom hanya dikenai momen dan beban aksial yang diteruskan oleh rangka.
Selanjutnya diasumsikan bahwa rangka sebagai sistem bracing memenuhi stabilitas secara keseluruhan dan tidak mempengaruhi perilaku kolom. Pada desain ‘sway frame’, kolom dan rangka saling berinteraksi satu sama lainnya. Sehingga pada desain ‘sway frame’, harus dipertimbangkan bahwa rangka merupakan menjadi bagian atau merupakan keseluruhan struktur bangunan tersebut.
Sumber :
Ariestadi, Dian, 2008, Teknik Struktur Bangunan Jilid 2 untuk SMK, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 210 – 237.

15 Februari, 2011

Respon perancangan bangunan terhadap isu pemanasan global

“ Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai”

Global Warming issue dalam “perkembangannya”


“Pentingnya kesadaran para arsitek dalam merancang lingkungan binaan yang mempunyai kontribusi terhadap alam sebagai tempat yang menyediakan tempat untuk menuangkan idealis.”

Tim Panel Iklim PBB mengemukakan pernyataan resmi pada tanggal 29 Maret 2008 bahwa gunung es seluas 5000 mil di lingkar kutub terancam meleleh akibat meningkatnya suhu bumi. Bahkan waktu untuk menekan suhu bumipun sangat pendek. Menakutkan bukan?. Efek dari perubahan iklim sendiri sesungguhnya juga telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Berbagai bencana telah melanda dan menimbulkan korban. Kenaikan suhu bumi membuat kian banyak korban jiwa berjatuhan akibat gelombang panas, banjir, badai, kebakaran hutan, dan kekeringan. Tanpa disadari, walaupun Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil emisi dalam jumlah kecil, juga tidak terlepas dari tanggung jawab dalam kelestarian lingkungan. Ancaman banjir dan longsor meningkat, musim tanam berubah, gunung meletus, dan musim kemarau yang berkepanjangan. Tetapi ancaman yang lebih besar adalah keberadaan kepulauan Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia menjadi kawasan rawan tenggelam akibat naiknya permukaan air laut sebagai dampak mencairnya gunung es di kutub. Selain dampak tersebut di atas, pemanasan global juga membawa pengaruh terhadap faktor kesehatan. Di samping itu, apabila berbicara mengenai dampak lingkungan seperti pola cuaca yang tidak menentu, suhu udara semakin meningkat, bencana banjir dan tanah longsor, bahkan hingga bencana tsunami yang belakangan rajin mampir ke wilayah Indonesia. Isu Pemanasan Global (Global Warming) menuntut berkembangnya peran Arsitek dan Perencana Kota dalam mengelola pembangunan kotanya. Arsitek bersama komunitasnya harus tampil menghasilkan solusi besama. Arsitek juga diharapkan berperan dalam menghasilkan semangat dan komitmen untuk menyikapi berbagai permasalahan kota kedepannya dan menindak lanjutinya dengan berbagai kegiatan nyata perancangan dalam memberikan kontribusi bagi penyelamatan bumi kita tercinta.

Peran arsitek dalam Global warming n “warning” issue

Contoh perencanaan kawasan yang mempertimbangkan faktor lingkungan binaan sebagai jawaban dari ruang hijau yang hilang.

“Arsitek masa kini dan masa depan harus memahami serta menguasai strategi perencanaan bangunan yang mampu meminimalkan penggunaan energi BBM (bahan bakar minyak) untuk meniadakan proses pemanasan bumi," ujar pengajar arsitektur Universitas Tarumanegara Jakarta Tri Harso Karyono pada Seminar Arsitektur "Peran Arsitek dalam Membakar Bumi". Saat ini, hampir semua teknologi modern yang digunakan manusia sangat bergantung pada sumber energi BBM. Pembakaran minyak bumi dalam jumlah besar secara kontinu akan menghasilkan polutan karbondioksida (CO2) yang diduga menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Bangunan modern cenderung boros BBM untuk memenuhi kenyamanan fisik manusia di dalamnya. Dari tangan arsitek bisa ditentukan apakah kota dan bangunan yang dirancang akan hemat energi atau sebaliknya, konsumtif terhadap BBM.
Tak satu pun gedung pencakar langit di Indonesia memiliki ciri bangunan iklim tropis, apalagi didesain dengan arsitektur khas Indonesia. Sebaliknya, tidak mudah juga menerapkan arsitektur tropis pada gedung-gedung bertingkat tinggi di Indonesia. Hal itu karena kaca jendela di ruang gedung lantai atas harus tertutup rapat untuk mencegah masuknya tiupan angin yang keras. Akibatnya, udara di bagian dalam ruangan akan menjadi lebih pengab. Solusi yang dilakukan oleh kebanyakan pengembang adalah memasang pendingin ruangan (air conditioning/AC). Padahal, penggunaan pendingin ruangan yang memakai bahan pendingin (refrigen) dari CFC (chloro fluoro carbon) dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon di atmosfer. Akibatnya, radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi tak bisa menembus atmosfir tak terperangkap di permukaan bumi sehingga meningkatnya suhu permukaan bumi atau terjadilah pemanasan global.
Kecenderungan pola pemikiran antroposentrism para arsitek dalam perencanaan dan perancangan bangunan pada beberapa dekade terakhir, telah memberikan salah satu kontribusi besar dalam percepatan perubahan (atau lebih tepatnya rusak?) iklim dunia. Dosa kebanyakan para arsitek adalah kecenderungan yang lebih mendahulukan ideologi visual dan kepentingan manusia itu sendiri ketimbang alam yang menyediakan tempat untuk mereka, kita untuk menuangkan egoisme yang biasa kita sebut orientasi pada kepentingan pengguna, atau demi kepentingan visual, dan sebagainya dalam proses perencanaan dan perancangan. Sebagai contohnya adalah perancangan rumah pintar terkomputerisasi di Belgia dan merupakan rancangan salah seorang arsitek yang saya kagumi, Zaha Hadid. Sangat ironis saat manusia dihadapkan pada masakah krisis energi dan peningkatan suhu bumi rumah tersebut mendapat predikat rumah masa depan, atau rumah idaman. Padahal kita tahu dalam penggunaan rumah yang sarat dengan komputer interaktif tersebut akan menyedot daya kosumsi bangunan yang sangat tinggi. Tak sedikit pula arsitek yang peka dalam memenuhi tuntutan isu-isu lingkungan yang berkembang belakangan ini. Telah ada usulan-usulan arsitektural yang berkaitan dengan inovasi-inovasi produk properti yang ramah lingkungan dalam upaya menekan proses pemanasan global.


Bagian dari kota Boston, USA. Terlihat kurangnya area terbuka yang disebabkan oleh perkembangan kota.

Berikut adalah beberapa solusi faktor yang dapat diterapkan atau dijadikan acuan perencanaan dan perancangan terkait dengan isu-isu lingkungan.
A. ruang hijau dalam bangunan sebagai pengganti area hijau yang hilang



Ruang hijau dalam bangunan biasanya diwujudkan dalam bentuk taman, baik dalam bangunan maupun konsep atap hijau yang biasa dikenal dengan istilah green roof. Green roof pertama kali dikembangkan di tanah Eropa. Konsep ini biasa digunakan pada konteks kota yang padat dan minim ruang hijau yang biasanya digunakan sebagai ruang publik sehingga ruang hijau yang terbentuk di tanah hanya merupakan ruang sisa dari perancangan. Penerapan ruang hijau pada atap tak lepas dari kemajuan teknologi khususnya adanya penemuan-penemuan yang bahan pendukung baik bahan baru maupun komposit yang mendukung dalam kegiatan rancang bangun.



Detail flat roof garden quad deck



Keuntungan pemakaian green roof :
a. Memperbaiki kualitas udara dan mengikat karbondioksida.
b. Memperbaiki kondisi iklim mikro yang dapat membantu kehidupan alam seperti burung.
c. Membantu dalam menjaga kestabilan suhu pada bangunan sehingga mengurangi penggunaan AC dengan kata lain mengurangi pemakaian energi pada bangunan.
d. Dapat digunakan sebagai pengganti ruang publik yang hilang akibat sempitnya lahan.
e. Dapat memperlambat jalannya penyebaran api saat kebakaran karena terdapat tanah yang dapat membantu memadamkan api.



Seiring semakin majunya teknologi, penggunaan ruang hijau pada bangunan tidak hanya bidang horizontal saja (flat), tetapi juga vertikal. Penggunaan area hijau secara vertikal biasanya lebih banyak digunakan sebagai kulit bangunan eksterior. Hal yang menjadi esensi utama dalam penggunaan area hijau dalam bangunan adalah tumbuhan mengikat Co2 atau karbondioksida dan menghasilkan udara bersih untuk manusia. Itulah yang menjadi hal terpenting digunakannya area hijau sebagai bagian elemen arsitektur, tak hanya sebagai bagian dari estetika semata. Penerapan konsep ruang hijau dalam bangunan sebenarnya juga sudah berkembang di Indonesia, walaupun masih pada tingkat hunian seperti karya dari Adi pada Cipete House.
Hanya dalam tahun 1996, Pemerintah Jerman berhasil menghijaukan atap seluas 28,8 hektar, dan di setiap kotanya 1 dari 10 atap flat kini berhasil dihijaukan. Sejak tahun 2000, Pemerintah Hongkong dan Jepang mewajibkan pengelola gedung menghijaukan atap minimal 20 persen dari total luas atap bangunan atau berkisar 250-1000 meter persegi. Jadi, kapan Indonesia?

A. Bangunan hemat energi: rancangan pasif dan aktif

1.Hemat Energi secara pasif



Bangunan yang kita tinggali merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam penggunaan bahan bakar fosil dunia. Sebagai contoh agar udara panas tidak masuk ke dalam bangunan, udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC agar menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang. Penghematan energi melalui rancangan bangunan pasif mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan pasif, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik. Desain arsitektur yang lebih mengandalkan sinar matahari, pengurangan penggunaan listrik di siang hari dapat diwujudkan dalam bentuk perancangan yang beorientasi pada arah matahari. Jadi dengan demikian pemahaman tentang bangunan hemat energi secara pasif dapat diartikan sebagai perencanaan dan perancangan suatu karya arsitektur yang sadar betul akan keadaan/potensi iklim sekitar (matahari,angin, pohon, site,dll) yang dapat diaplikasikan demi kenyamanan pengguna dalam bentuk pencahayaan alami dan penghawaan alami dll. Akhirnya berimbas pada penekanan penggunaan komsumsi energi secara berlebihan.



Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di Jakarta dan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Contoh firma di Indonesia yang beberapa tahun belakangan ini sadar betul akan pentingnya penerapan konsep hemat energi (pasif) di Indonesia adalah P.T Archimetric dengan Jimmy Priatman selaku president director dan principal architect. Karya bangunan hemat energi beliau tidak hanya diakui di Indonesia tetapi juga di ASEAN, terbukti beliau telah beberapa ASEAN Save Energy Award. Salah satunya adalah Graha Wonokoyo di Surabaya. Konsumsi listrik pada bangunan ini luar biasa hemat, hanya 88 kwh per M2. Adanya rekayasa pasokan panas membuat overall thermal transfer value (OTTV) atau jumlah panas yang masuk ke dalam ruangan hanya setara22,8 watt per M2. Sangat jauh dibawah standar ACE yang menetapkan OTTV untuk bangunan hemat energi sebesar 45 watt per M2.
Karya arsitektur untuk konteks hemat energi secara pasif untuk rumah tinggal dapat kita lihat pada Nugroho Residence karya Adi Purnomo. Rumah tersebut berhasil memecahkan masalah kenyamanan thermal pengguna dalam hal penghawaan alami dan pencahayaan alami. Memang tingkat kenyamanan thermal pengguna tidak terukur secara statistik seperti grha Wonokoyo, tetapi terbukti berdasarkan pernyataan penguna dan diikut sertakan bangunan ini dalam Aga Khan Award.

Nugroho residence (exterior)


Nugroho residence (Interior)

b. Hemat energi secara aktif : solar sel


Energi Solar Cell adalah solusi pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga surya yang ramah lingkungan dan alternative mengurangi ketergantungan energi yang dihasilkan dari minyak bumi, batu bara, gas panas bumi, nuklir yang dapat mempercepat Pemanasan Suhu Bumi/merusak lingkung. Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual harus dicapai. Kabar terbaru dari teknologi ini adalah cahaya matahari yang diserap oleh panel telah mencapai 75%.

Technology Solar Energy terdiri dari dua kategori:
• SOLAR THERMAL adalah memanfaatkan panas matahari untuk menghasilkan panas, contohnya Sistem Pemanas Air Tenaga Surya.
• SOLAR PHOTOVOLTAIC adalah memanfaatkan cahaya/sinar matahari untuk menghasilkan listrik, istilah yang banyak dipakai: PLTS-Pembangkit Listrik Tenaga Surya, atau Solar Cell, atau Solar PV, atau PV. Manfaat dari Solar Cell : - Untuk kebutuhan Listrik skala-skala kecil. - Untuk Back-up dan cadangan listrik. - Untuk Kebutuhan skala menengah.
Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum banyak dijumpai di Indonesia saat ini, di internet telah banyak perusahaan di Indonesia yang menawarkan produk dengan lisensi tertentu beserta instalasinya. Kebanyakan penggunaan sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas bagi penerangan di desa-desa terpencil Indonesia.
Contoh kasus yang berkaitan dengan solar sel yang saya angkat adalah BP solar Pavilion yang dibuat di Birmingham, Inggris yang kemudian dipindahkan ke Baglan Bay BP facility di Wales.dengan kata lain karya dari Arup Associates ini merupakan mobile building. Pada bagian atap digunakan 176 photovoltaic cell guna menyerap energi matahari. Media panel tenaga surya yang diterapkan pada bangunan ini persis dengan yang ada pada panel solar cell pada satelit antariksa.



B. Pengelolaan Limbah rumah tangga



Satu lagi yang tak kalah penting dalam menjawab tantangan perancangan terhadap isu-isu lingkungan adalah bagaimana kemampuan bangunan itu mengelola limbah dari hasil aktivitas manusia yang menghasilkan limbah rumah tangga. Contohnya seperti permasalahan sampah yang tak terselesaikan di kota Jakarta, kadar air tanah di lingkungan perkotaan yang mengandung bakteri E colli (indikasi dari pencemaran kotoran manusia terhadap sumber air bersih). Buruknya infrastruktur sanitasi kita memaksa para arsitek tak hanya mengandalkan riol kota untuk mengatasi permasalahan sanitasi pada bangunan. Sebaiknya para arsitek diharapkan dapat memikirkan bagaimana bangunan tersebut dapat mengelola limbah rumah tangganya secara mandiri tetapi tanpa (banyak) merusak keadaan lingkungan di dalam tanah.


Contoh yang dapat kita angkat adalah pemukiman marginal di tepian air di tepian sungai Gajah Wong. Buruknya sanitasi pengelolaan limbah di pemukiman (liar?) di tepian itu seperti menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan kebiasaan tidak sehat yang menggunakan air sungai sebagai tempat mandi jelas menjadi salah satu pemicu tercemarnya kualitas air sungai dan kesehatan penduduk itu sendiri.
Disini dapat kita lihat bagaimana pencemaran lingkungan yang terjadi sehingga dapat mempengaruhi kualitas air bersih di Yogyakarta. Sistimatika seperti ini, pembuangan limbah rumah tangga yang mengalir ke sungai yang kemudian meresap ke dalam tanah atau melalui pengelolaan perusahaan air minum sendiri yang kemudian digunakan oleh sebagian besar oleh penduduk Yogyakarta sebagai air minum. Seperti yang telah dijelaskan tentang bakteri E colli yang akan berdampak pada penurunan kondisi orang yang terjangkit seperti diare, ispa,tuberkolosis, dll. Semua hal diatas dapat menyebabkan kematian.



Esensi peran arsitek di jaman modern adalah membantu meningkatkan kualitas hidup manusia agar tercipta kehidupan yang layak bagi semua orang tak terkecuali masyarakat miskin. Peran arsitek sendiri dalam perbaikan sanitasi adalah memikirkan dampak aktivitas bangunan yang dirancangnya terhadap lingkungan tempat bangunan itu didirikan. Sehingga pentingnya seorang arsitek untuk memahami betul utilitas pada bangunan secara teori dan terapan agar dapat menjadi faktor pertimbangan dalam perancangan.

Kesimpulan
Penerapan tiga faktor di atas telah dilakukan di beberapa kota maju di Eropa, seperti kota PBerlin di Jerman. pemerintah Jerman mengajak para arsitek, ahli landscape, dan tata kota untuk memikirkan perancangan bangunan yang beorientasi pada iklim local dan mempunyai kontribusi bagi sanitasi kota. jadi pada gambar skematik dibawah dapat kita keterkaitan erat bangunan kawasan sekitarnya. Semoga catatan singkat ini dapat memberikan pengetahuan pada kita akan pentingnya peran kita sebagai seorang arsitek dalam upaya penyelamatan bumi kita dengan cara merancang bangunan yang beorientasi pada isu-isu lingkungan. Mudah mudahan posting ini berguna buat para masbro semua. Dukung hijau Indonesiaku.



Daftar Pustaka

Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Laporan dan Makalah Diskusi Nasional "Pembangunan Kota yang Partisipatif & Berkelanjutan bagi Kepentingan Publik".
Literatur Etika Kristen, sub bahasan : Etika Lingkungan hal, 10
Bangunan hemat energi: rancangan aktif danpasif, http://www.silaban.net/category/artikel-lepas/lingkungan/hemat_energi
Sirkulasi untuk hemat energi, http://www.kompas.com /kesehatan/news/0508/05/115527.htm
P.T Archimetric,I-Arch, twelfth issue 2007 hall 104.
Tri Harso Karyono, Seminar Arsitektur "Peran Arsitek dalam Membakar Bumi", 06 September 2007.
King Country Green Roof Study for Office Project, Paladino Green Roof Strategies. Pdf
www.delston.co.uk/roofcovering/greenroof diakses tanggal 1 April 2008.
www.usemenow.com/web-lock/greenroof diakses tanggal 1 April 2008.
Rusminto Djatur Widodo (EEPIS-ITS),Indosat-m2.com, Solar Sel sumber energi masa Depan yang ramah lingkungan.
www.corrosion-doctor.org/solar/images/solar.j diakses tanggal 28 Maret 2008.
www.lbl.gov/Science-articles/archive/assets diakses tanggal 28 Maret 2008.
Sanitasi sebagai Tanggung Jawab Bersama, Konferensi Sanitasi Nasional 2007, Majalah PERCIK edisi oktober 2007.
Portfolio Arum Associates, BP Solar Pavilion.pdf
Adi Purnomo, http://archnet.org/library/parties/one-party.jsp?party_id=1230, diakses tanggal 1 April 2008.
Survey dan analisa penulis.