Terjadinya perubahan fungsi lahan seolah baru mendapat perhatian
ketika timbul permasalahan kota maupun wilayah mengganggu kenyamanan
berkehidupan seperti terjadinya banjir, longsor, dan menurunnya total
produksi hasil pertanian. Menyusutnya atau bahkan hilangnya luas lahan
yang memiliki fungsi ruang terbuka hijau (rth), sawah atau lahan-lahan
pertanian, beralih pada fungsi yang dianggap lebih produktif. Pada
kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung
luas rth telah berkurang 35% pada awal tahun 1970an – tahun 2000 menjadi
kurang dari 10% (Sukawi, 2000), dan Malang berkisar 15%, yang
seharusnya memiliki luas minimum 30% dari luas total kawasan. Sedangkan
pada fungsi lahan pertanian dari tahun 1992-2002 terjadi alih fungsi
lahan pertanian sebesar 64.000 ha/tahun dan 41,1% diantaranya alih
fungsi sawah menjadi bukan sawah (Achmad Rachman, M. Noor, Isdiyanto A,
2009: dalam Kemenko, 2009). Perlu dilakukan teknik monitoring perubahan
pada lahan skala besar, salah satunya dengan menggunakan teknologi GPS
dan citra satelit.
- Menghitung Luas Perubahan Fungsi Lahan Secara Cepat dan Akurat
Setiap bidang lahan memiliki fungsi sesuai peruntukannya seperti
tertuang pada UURI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Selain
fungsi yang melekat pada lahan terdapat luas yang umumnya ditandai oleh
batas-batas fisik pada lahan. Semenjak terjadinya perubahan fungsi pada
luas bidang lahan yang sangat drastis sebagai dampak meningkatnya
pertumbuhan penduduk perkotaan dan proses transformasi struktur ekonomi
dari yang semula berbasiskan sektor primer (pertanian) menjadi sektor
skunder dan tersier (industri, jasa dan perdagangan) guna memenuhi
kebutuhan dasar manusia atau ‘butsarman’ berupa pembangunan sarana dan
prasarana kota yang praktis tidak dapat dihindari lagi. Maka, agar luas
fungsi lahan dapat terkontrol dan dikendalikan, dari sisi teknis harus
dilakukan pengawasan secara periodik dan cepat sehingga informasi
perubahan luas fungsi lahan dapat segera diketahui, dengan cara
menampalkan (overlay) luas fungsi lahan amatan saat ini terhadap data
luas fungsi lahan pada tahun sebelumnya yang telah tersimpan pada data
base. Hal tersebut dapat dilakukan secara tepat karena bidang lahan
memiliki posisi, koordinat, dan bentuk pada lokasi yang sama.
Didukung teknologi GPS (Global Positioning System) dengan tingkat
akurasi yang sangat baik (error 1-3m) kesalahan hitung terhadap luas
fungsi lahan dibawah 10%. Selain itu, pada GPS mampu dibenamkan citra
resolusi tinggi berskala 1:5000 yang tentunya telah dilakukan
georeference guna menambah tingkat akurasi data lebih sempurna pada saat
melakukan proses penghitungan luas. Mendigitasi hingga menghitung luas
bidang lahan menggunakan perangkat GPS dapat dilakukan dengan 8 langkah:
- Memetakan Hasil Perubahan Lahan
Berbeda dengan cara manual yang masih menggunakan media kertas pada
saat dilapangan dan beberapa catatan-catatan khusus agar mudah diingat,
melalui teknologi GPS dan citra satelit bentuk-bentuk khusus permukaan
lahan akan terekam dan tercatat sesuai keadaan di lapangan dan tidak
perlu merasa kuatir salah pada saat penggambarannya. Bentuk lahan sangat
beragam dan unik karena tidak pernah sama secara posisi, koordinat,
maupun lokasinya, yang akan mempengaruhi total luasannya. Keunikan suatu
lokasi juga ditunjukkan dengan terdapatnya ketinggian permukaan lahan
(topografi) yang terekam oleh GPS sebagai salah satu fasilitas perangkat
pengukur ketinggian (altimeter).
Hasil pemetaan lapangan (ground truth) melalui GPS dapat dengan mudah
diunggah (upload) ataupun diunduh (download) untuk diproses lebih lanjut
tergantung kebutuhan analisis yang diinginkan.
- Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Teknologi GPS dan Citra Satelit
Saat ini berkembang dan bermunculan alat serta teknologi tinggi yang
beragam hasil penyempurnaan yang terdahulu, salah satunya adalah
teknologi GPS yang makin mengikuti kebutuhan penggunanya. Menggunakan
sistem operasi windows yang sangat familiar bagi penyuka komputer
sehingga memudahkan dalam pemrosesan data lebih lanjut.
Kelebihan dalam pemakaian GPS dan citra satelit dibanding dengan
cara-cara manual terutama pada saat pengoperasian dan penyimpanan data
di lapangan antara lain, pembuatan attribute (informasi yang melekat
pada lahan), dan penggambaran bidang lahan (digitasi) yang mampu
menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Sedangkan kekurangannya, sangat bergantung kehadiran sinyal satelit
(minimal 4 buah), dimana semakin banyak jumlah sinyal tertangkap oleh
GPS akan memperkecil kesalahan hitung. Daya tangkap sinyal pada GPS
sangat dipengaruhi sekelilingnya, semakin bebas dari bangunan, pepohonan
besar, dan ketidakcerahan cuaca akan memberikan akurasi semakin baik.
Pada wilayah yang luas setara kota atau kabupaten, pengamatan perubahan
fungsi lahan perlu melibatkan teknologi penginderaan jauh.
- Memilih Jenis GPS
Sebelum menentukan GPS yang akan digunakan terlebih dahulu mengetahui
jenisnya agar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Dibedakan 3 macam
berdasar jenisnya yaitu, 1) GPS Geodetic, memiliki sistem penerima
(receivers) dual frekwensi yaitu mampu menangkap 2 sinyal L1 dan L2
bersamaan. GPS tersebut umumnya digunakan untuk keperluan survey dengan
tingkat akurasi sangat tinggi dan tingkat kesalahan dibawah centi meter,
misalnya kegiatan survey: konstruksi, jalan bebas hambatan, pengeboran,
dan lain sebagainya. 2) GPS Mapping memiliki frekwensi tunggal (single
frequency) yang berfungsi menerima dan mengumpulkan data-data spatial
untuk kemudian dituangkan dalam kegiatan GIS/SIG (sistem informasi
geografis). Tingkat ketelitian GPS ini termasuk medium (menengah) dengan
kesalahan dibawah meter hingga beberapa meter (<10m). Perangkat ini
biasa digunakan untuk kegiatan pemetaan. 3) GPS Navigasi biasa
digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Perangkat ini memiliki kemampuan
lebih rendah dari GPS Mapping karena keterbatasan pada track log maupun
penyimpanan waypoint (www.garmin.com) dan bahkan fasilitas kompas
ataupun altimeter tidak ditemui.
Untuk keperluan menghitung luas perubahan fungsi pada lahan cukup
menggunakan GPS Mapping dengan tingkat kesalahan (error) hingga 1m.
- Kebutuhan Teknologi GPS
Karakteristik permukaan atau tutupan lahan (land cover) tidak pernah
sama di bumi ini karena setiap tempat memiliki koordinat yang berbeda.
Perbedaan karakteristik itulah menjadikan banyak informasi yang dapat
disampaikan. Dibandingkan dengan cara manual (tidak menggunakan GPS),
proses penandaan (geocoding) dan penggambaran (digitasi) dengan
menggunakan GPS menjadi lebih akurat misalnya; letak sumber mata air,
letak fasilitas umum maupun sosial, letak monumen, letak bidang lahan,
letak dan luas genangan, penggambaran batas luas bidang lahan, dlsb.
Dengan kemampuan teknologi GPS semakin tinggi, mampu membaca citra
satelit resolusi tinggi yang dibenamkan di dalamnya, sehingga makin
memudahkan memperoleh data yang diinginkan. Tidak lagi terjadi kesalahan
lokasi, posisi, maupun bentuk pada batas-batas bidang amatan, seperti
yang terjadi pada cara-cara manual. Teknologi GPS selain menjadi salah
satu perangkat wajib di bidang ilmu penginderaan jauh juga digunakan
berbagai bidang ilmu lain, pertanian, perencanaan, sipil, pengairan,
dlsb. Transformasi data dari teknologi GPS bukan lagi menjadi kendala.
Akhirnya, penggunaan teknologi GPS hanyalah sebuah pilihan.
- Pustaka
1. GPSMAP 60CSx with sensors and maps owner’s manual, Garmin Ltd., 2.
Garmin International, Inc. 1200 East 151st Street, Olathe, Kansas 66062,
USA, 2005-2007
3. Getac PS535F user’s manual
4. GeoVISI GIS Textbook- GPS, PT. GeoVISI Mitratama & Garmin.
5. GPS Beginner’s Guide, Garmin, 2008
6. www.navigasi.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar