Pages

TV ONLINE

CARA PASANG TV

23 September, 2012

Hubungan Lansekap, Manusia dan Kebudayaan

Apa arti sebuah lansekap atau bentang alam? Apa juga pengertian dari desain lansekap, bentang alam yang dirancang dan bagaimana proses perancangan tersebut terjadi? Semua pertanyaan-pertanyan tersebut perlu dikemukakan dan diterangkan untuk mengerti sebuah proses dimana suatu bentang alam (lansekap) terjadi sebagai bentuk dari artifak kebudayaan manusia dan lebih dalam lagi sebagai bagian dari bentuk pemujaan manusia terhadap Sang Pencipta.
Istilah lansekap dalam pada awalnya berarti lahan yang dimodifikasi sebagai tempat berdiamnya manusia yang permanent. Dalam pengertian ini, lansekap adalah suatu anti tesis dari alam liar. Pengertian ini secara sempit memang membedakan lingkungan hidup manusia atau yang sudah tersentuh tangan manusia dalam pembentukannya dengan lingkungan hidup alami. Walau dalam teori perencanaan yang berlaku saat ini bahwa dalam pembentukan suatu bentang alam, tidak bisa dimunculkan dikotomi antara manusia dan alam. Saat ini, penekanan ilmu lansekap lebih menekankan pada hubungan timbal balik antara manusia sebagai individu dan alam sebagai habitat hidup manusia. Selanjutnya dalam disiplin ilmu ekologi, lansekap juga dapat berari lingkungan hidup yang alami atau yang dibangun manusia untuk menjadi alami. Dengan demikian, pengertian lansekap mempunyai makna inklusif yang mencakup lingkungan alam liar hingga lingkungan perkotaan.


Taman Medieval. Taman merupakan bagian dari kehidupan manusia sejak dulu.
Taman Medieval. Taman merupakan bagian dari kehidupan manusia sejak dulu.
Desain adalah suatu proses kreatif yang merespon suatu kondisi seiring dengan berkonsentrasi pada ide, arti dan nilai-nilai. Dengan demikian desain lansekap adalah pembentukan suatu bentang alam yang dapat dikenang, berarti, bernilai dan berkelanjutan. Oleh karena itu, suatu bentang alam yang dirancang adalah suatu keseluruhan bentuk perubahan gradual dari suatu lansekap sebagai respon dari berbagai macam pengaruh yang luas dan berbeda. Termasuk didalamnya pengaruh dari unsur-unsur yang sifatnya lebih kepada hubungan manusia dengan kekuatan maha dahsyat yang menggerakkan segala proses di alam ini.
Oleh karena itu, desain lansekap dapat dilihat sebagai suatu solusi inovatif dari masalah yang dialami suatu lingkungan akibat pengaruh ekologi, teknologi dan budaya. Dimana pengaruh-pengaruh tersebut secara konstan terus berubah, sehingga setiap ada satu elemen yang diterapkan oleh sang desainer dapat merubah bentangan alam tersebut. Desain lansekap yang baik adalah suatu desain yang dapat mengintegrasikan antara pengaruh ekologi dan manusia yang terus berubah sebagai suatu bagian integral dari bentangan budaya yang terus berubah. Dengan demikan, seorang desainer lansekap sebagai pembentuk suatu bentangan alam penting untuk mengerti sifat-sifat dan hubungan timbal balik antara ekologi, teknologi dan kebudayaan.
Ideologi dan Kepercayaan sebagai Interpretasi suatu Lansekap
Dalam mendesain suatu bentangan alam yang mempunyai nilai-nilai dan arti serta relevan dengan kondisi kontekstual, maka diperlukan suatu pemahaman terhadap unsur-unsur yang mempengaruhi bentuk suatu desain. Unsur-unsur tersebut antara lain :
  1. Unsur fisik : tapak, iklim, material, dsb.
  2. Persepsi dan aspirasi budaya : suatu pandangan yang diwujudkan dalam suatu filosofi kebudayaan yang mempengaruhi perilaku dasar manusia seperti rasa kemanusiaan, hubungan manusia dan alam, interaksi social, ekonomi, waktu dsb.
  3. Sumberdaya dan teknologi : sebagai alat untuk memodifikasi kondisi sebagai langkah untuk merealisasikan aspirasi budaya tersebut.
Dalam proses desain lansekap yang berdasarkan kepercayaan atau agama, ketiga unsur tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk suatu artifak budaya. Karena terjadi pada masa yang telah lampau, maka respon manusia terhadap unsur-unsur tersebut disesuaikan dengan kondisi saat itu. Dengan demikian, ide dasar dari suatu perencanaan lansekap pada masa tersebut adalah ; bagaimana menerapkan suatu aspirasi dan persepsi suatu kebudayaan dalam suatu tapak lengkap dengan segala keterbatasan fisiknya melalui perantara sumberdaya dan teknologi yang masih terbatas sesuai dengan jamannya.
Untuk itu, yang perlu dikemukakan pertama kali dalam proses desain lansekap yang berkaitan dengan religi, konsep dan interpretasi adalah hal yang mempunyai porsi utama untuk dibahas. Karena sebelum adanya secara resmi agama-agama yang ada di dunia ini apakah monotheisme atau bukan, konsep mengenai ketuhanan atau causa prima sudah mengambil porsi pikiran manusia dan lebih lanjutnya diturunkan menjadi suatu filosofi budaya atau adat istiadat.
Dengan demikian, interpretasi lansekap memegang peranan penting dalam proses perencanaan dan desain lansekap tersebut. Bentang alam tidak saja terbentuk oleh apa yang manusia lihat di depan matanya, tetapi juga terbentuk oleh apa yang berada dalam pikirannya. Oleh sebab itulah interpretasi manusia terhadap bagaimana sikap mereka terhadap bagaimana mereka harus membentuk lingkungannya berbeda dari masing-masing kelompok masyarakat, etnis, ras dan sebagainya.
Taman di jaman medieval banyak dikembangkan oleh petani, dengan mengembangkan taman dari kegiatan bertani untuk keperluan sehari-hari
Taman di jaman medieval banyak dikembangkan oleh petani, dengan mengembangkan taman dari kegiatan bertani untuk keperluan sehari-hari
Perkembangan desain lansekap bermula pada awal masa peradaban dimana manusia tidak saja belajar mengenai arti dan pentingnya tanaman, buah, kacang-kacangan dan biji-bijian sebagai bagian dari kebutuhan pangan mereka tetapi juga berusaha untuk menanamnya dan memanennya dekat dengan kediaman mereka. Pada masa inilah, pola hidup nomaden mulai ditinggalkan dan manusia mulai dengan pola hidup menetap. Akibat dari perpaduan dari unsur-unsur fisik lingkungan, budaya dan teknologi yang berkembang pada masa itu, mulailah muncul suatu ekspresi artistic yang berkembang gradual sesuai dengan waktu. Kebutuhan ekspresi artistic inilah yang kemudian menjadi suatu dasar perkembangan proses desain suatu bentang alam.
Dua macam lansekap secara garis besar terbentuk akibat proses interpretasi manusia terhadap bentang alam ; (1) lansekap yang murni dibentuk untuk tujuan digunakan sebagai sumber makanan – kebun buah, kebun sayur,  ladang, dsb ; dan (2) lansekap yang dibentuk sebagai taman untuk kesenangan dan ketenteraman jiwa manusia. Dalam pembahasan mengenai taman kebahagiaan inilah ranah dimana lansekap religi berada.
Akibat dari pernyataan bahwa lansekap juga merupakan bentukan dari apa yang dipikirkan oleh manusia, maka bagaimana manusia memandang suatu lansekap terbagi dalam beberapa interpretasi lansekap seperti : lansekap sebagai lingkungan alami, lansekap sebagai habitat, lansekap sebagai artifak, lansekap sebagai suatu sistem, lansekap sebagai suatu permasalahan, lansekap sebagai kekayaan materi, lansekap sebagai ideology, lansekap sebagai sejarah, lansekap sebagai tempat dan lansekap sebagai estetika.
Dalam kasus lansekap yang dipengaruhi oleh kepercayaan atau agama, interpretasi lansekap pada dasarnya merupakan interpretasi lansekap sebagai suatu ideology. Dalam interpretasi ini, lansekap dipandang sebagai symbol dari nilai-nilai, ide, aspirasi, harapan dan impian dari sebuah kebudayaan. Dalam pandangan ini pula ditekankan untuk mengetahui dan merumuskan sesuatu arti/ide yang berkaitan dengan kesepahaman kolektif dari sebuah kebudayaan, filosofi yang terkandung di dalamnya dan persepsi yang melekat padanya. Dengan demikian, suatu bentangan alam dapat berarti tidak saja sebuah ekspresi fisik tetapi juga terkandung di dalamnya sebuah harapan dan impian dari kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu, dalam interpretasi lansekap sebagai suatu ideology, sebuah bentangan alam akan kaya dengan asosiasi dan kepribadian dari seseorang yang mewujudkannya. Pandangan ini juga menyatakan bahwa suatu lansekap adalah perwujudan fisik dari nilai-nilai dan menyatakan bahwa untuk dapat merubah suatu bentangan alam tersebut sebelumnya harus dirubah dulu filosofi budaya yang membentuknya.
Akibat daripada interpretasi tersebut, maka lansekap yang didasari atas kepercayaan/agama sebagai aspek perencanaannya merupakan perwujudan fisik dari nilai-nilai, symbol-simbol dan tafsir-tafsir dari filosofi agama tersebut. Filosofi agama dapt bersumber dari tafsir ayat-ayat kitab suci, atau dari tafsir dari ajaran-ajaran pembawa/penyebar agama tersebut (Nabi, Rasul atau orang-orang yang dianggap suci). Oleh karena itu, subyektifitas dari sang desainer kerap muncul karena interpretasi dari suatu ajaran-ajaran tersebut dapat berbeda satu sama lain. Kaidah-kaidah yang berbeda tersebut akan menjadi seragam disebabkan oleh berjalannya waktu dan berkembangnya kebudayaan tersebut dalam satu kelompok masyarakat yang homogen sehingga menjadi kesepahaman bersama/kolektif dan selanjutnya menjadi criteria desain yang secara tidak langsung dianut bersama-sama.
Persepsi dan Perilaku Manusia terhadap Kekuatan Sang Pencipta
Manusia primitive yang tinggal di hutan-hutan membayangkan sosok tuhan sebagai kekuatan yang berada pada benda-benda yang dapat disentuh, baik bisa bergerak atau benda yang diam. Ketika manusia tersebut mencoba keluar dari naungan hutan dan mendapati kebesaran langit, mereka melihat benda-benda tersebut juga berada pada kegelapan langit pada waktu malam. Benda langit yang berkilau, jauh dan tidak dapat disentuh tersebut dirasakan sangat teratur dan tidak terikat dengan waktu. Mereka lihat bahwa benda-benda langit tersebut sangat berbeda dengan benda-benda yang ada di bumi ini.
Dari imajinasi inilah mereka membayangkan bahwa ada kekuatan yang mengatur itu semua dan layak dipuja. Bahwa semua kehidupan dan proses berjalannya waktu adalah sebuah sistem yang rapi dan diatur oleh Sang Pencipta sebagai sebab utama dunia ini berputar atau disebut juga causa prima. Konsep ini yang memunculkan kebutuhan akan pemujaan terhadap causa prima tersebut sebagai wujud bakti dan penghindaran terhadap kemarahan Sang Pencipta jika manusia di bumi ini berbuat tidak semestinya kepada alam.
Dalam imajinasi ini pula mereka membayangkan gambaran tempat dan masa dimana tempat kekuatan tersebut berada. Dari kontemplasi inilah terjadi dua konsep utama tentang akhirat dan surga/kahyangan. Konsep pertama adalah adanya sebuah tempat bersemayamnya dewa-dewa, dimana terdapat satu dewa yang utama yang dengan kekuasaannya mengatur kehidupan manusia dan konsep kedua adalah kehidupan akhir dunia yang tak berujung dan tidak terlihat sebagai tujuan akhir hidup manusia setelah segala kehidupan dunianya berakhir. Konsep-konsep ini muncul dalam keterbatasan imajinasi manusia bahwa harus tercapainya interaksi antara kehidupan manusia dan lingkungan alam yang ideal.
Garden of Eden. Asosiasi mengenai surga adalah sebaik-baiknya dan seindah-indahnya taman membuktikan bahwa kegiatan bertaman/building landscape adalah kegiatan yang dekat dengan reliji
Garden of Eden. Asosiasi mengenai surga adalah sebaik-baiknya dan seindah-indahnya taman membuktikan bahwa kegiatan bertaman/building landscape adalah kegiatan yang dekat dengan reliji
Selanjutnya perkembangan kebudayaan manusia yang membutuhkan suatu bentang alam sebagai tempat untuk kebutuhan jiwa dan kebutuhan manusia akan pemujaan menyebabkan munculnya tempat-tempat pemujaan yang dibuat khusus untuk kepentingan tersebut. Salahsatunya adalah suatu artifak lansekap yang menyertai tempat pemujaan tersebut. Banyak aspek dari ekspresi budaya yang saling memainkan peranannya dalam membentuk suatu artifak lansekap yang bersumber dari keyakinan akan causa prima tersebut. Terlebih sebelum turunnya agama tuhan atau agama samawi yang diturunkan Tuhan lewat utusannya atau Nabi/Rasul berkembang sampai kepada suatu masyarakat.
Salah satunya adalah bentuk paham Pantheisme dan Theisme. Pantheisme adalah suatu paham religi yang memandang tuhan dan alam semesta adalah sama. Dalam paham ini, tuhan adalah kekuatan dan hukumnya alam semesta. Bahwa terdapat kekuatan disetiap benda-benda hidup dan terdapat satu kekuatan dari semua benda-benda. Dengan demikian, manusia adalah satu bagian ruh dari suatu bentang alam. Dalam kebudayaan pagan (tidak berkeyakinan pada satu agama tertentu) paham ini diterjemahkan sebagai pemujaan terhadap dewa-dewa dari benda-benda hidup dengan tujuan untuk keberhasilan berburu, panen yang baik atau selamat dari pertempuran.
Sedangkan Theisme adalah paham religi yang percaya akan adanya satu Tuhan sebagai pencipta segalanya yang di alam semesta ini.  Sebagai sebuah doktrin, theisme menyangkal akan adanya penyatuan dalam spirit antara manusia dan alam. Manusia dalam paham ini seakan-akan terpisah dari alam liar dan menganggap alam liar adalah sesuatu yang mereka tidak bisa kontrol.
Keberadaan 2 paham pada masa awal peradaban manusia ini sedikit banyak berpengaruh pada penciptaan lingkungan binaan dan lansekap kehidupan manusia pada saat itu. Kondisi ini mulai sedikit berubah menjadi suatu paham yang menyatakan bahwa lingkungan adalah bagian dari rahmat Tuhan untuk kehidupan manusia dan manusia wajib menjaga kelestariannya dan mengerti tentang rahasia alam setelah ajaran agama yang berasal dari wahyu Tuhan turun di dunia lewat nabi-nabinya.
Dalam perkembangan proses desain lansekap yang berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan terhadap Sang Pencipta, yang memainkan banyak peranan adalah persepsi manusia terhadap ajaran-ajaran tersebut. Ajaran-ajaran Tuhan yang berbentuk wahyu yang kemudian diterjemahkan dalam kitab suci tegas-tegas menyatakan akan pentingnya alam, lingkungan dan tumbuh-tumbuhan bagi hidup manusia. Hal ini yang selanjutnya menjadi salah satu criteria dalam membentuk lingkungan binaan tersebut.
Persepsi sendiri adalah suatu pengalaman yang berarti yang dialami oleh indera manusia. Dipicu oleh suatu rangsangan yang umumnya kondisi eksternal dari fisik manusia yang kemudian dirasakan oleh indera kita. Bagaimana indera kita menerima suatu hal, diolah oleh pikiran dan kemudian menjadi suatu persepsi akan hal tersebut oleh kita. Persepsi juga merupakan suatu konstruksi mental yang melibatkan pengetahuan dan penilaian. Persepsi apakah itu fisiologis maupun psikologis melibatkan pengalaman estetis dari suatu tempat, juga termasuk didalamnya interaksi manusia, keamanan, simbolisme, kondisi social dan kenyamanan. Dengan demikian, kualitas sensual dari suatu tempat adalah sinergi dari karakter fisiknya dan pikiran penikmatnya.
Akibat dari persepsi yang berbeda-beda dari tiap manusia terhadap tiap-tiap ajaran agama dan kepercayaan maka bentuk artifaknya juga akan berbeda. Masing-masing era dan pemeluk ajaran agama mempunyai persepsi berbeda tentang bagaimana mereka mencoba mengartikan atau mewujudkan apa yang diajarkan oleh Tuhannya lewat wahyu-wahyu tersebut. Selain itu, kondisi fisik tempat dan teknologi dari masing-masing era juga sangat berpengaruh pada pembentukan kreiteria desain dari lansekap regilius tersebut.
Akulturasi budaya dari budaya yang diwariskan sebelumnya dan bercampur dengan ajaran agama yang baru muncul juga sangat memainkan peranan dalam membentuk suatu konsep lay-out dari desain lansekap tersebut. Bagaimana suatu masyarakat etnis tertentu memandang alam dan lingkungan hidupnya tetap diterapkan oleh seniman-seniman lansekap/taman yang sudah memeluk ajaran agama tertentu yang secara khusus juga membentuk criteria desain dari suatu lansekap tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar