Pages

TV ONLINE

CARA PASANG TV

12 Februari, 2011

PENDIDIKAN ARSITEKTUR


PENDIDIKAN ARSITEKTUR

Pendidikan dan arsitektur menurut Parmono Atmadi* (Prof. DR., Arsitektur dan Pengembangannya di Indonesia, Yogyakarta, 1997) mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga keduanya akan selalu saling mempengaruhi. Dalam perkembangannya, pendidikan arsitektur dapat dibedakan menjadi tiga tahap:

1. Pendidikan arsitektur tradisional
Pendidikan lebih menekankan pada metode perancangan proyek melalui kuliah-kuliah teori dan teknik yang mendukung tujuan utama yakni perancangan arsitektural. Kekaburan kuliah-kuliah pendukung, disebabkan oleh ketentuan bahwa kuliah-kuliah tadi hanya merupakan pendukung yang kurang mendapat perhatian. Akibatnya kuliah-kuliah pendukung itu tidak menarik. Sebaliknya perancangan sering terlalu mendapat penekanan yang berlebihan sehingga menghasilkan arsitek yang hasil karyanya terlihat baik di kertas, tetapi tidak selalu baik bila dibangun. Bagaimanapun juga masih selalu terdapat perbedaan pendapat mengenai pusat perhatian dalam pendidikan, apakah itu ditekankan pada perancangan atau pada arsitektur sesungguhnya.

2. Sekolah arsitektur yang mengikuti pola Bauhaus
Bauhaus adalah nama sekolah arsitektur Jerman pada abad 20 yang merombak pola mengajar dan latihan cara lama. Pendidikan ini menekankan konsep fungsional dan kejujuran pada ekspresi struktural. Pola ini membatasi para siswa untuk tidak merancang sampai mereka telah terbiasa dengan bahan dan macam konstruksi tertentu. Kekaburan yang terjadi adalah karena dasar teori dan sistem dijadikan suatu kepercayaan. Pemimpin atau guru dianggap dewa.

3. Sekolah arsitektur Humanis
Kelompok ini mempunyai dasar pemikiran bahwa arsitektur adalah bagian dari proses sosiologi kemanusiaan, seiring dengan perencanaan ekonomi, lingkungan dan kota. Perencanaan bangunan harus selalu memperhatikan hubungan dengan masyarakat secara menyeluruh, sebab hal itu merupakan fungsi dari bangunan itu. Karenanya pola pendidikan semacam ini akan menekankan pada penelitian mengenai perubahan yang terjadi, pengumpulan data dari masyarakat, seperti: pendapatan, ketenagakerjaan,transport, dan sebagainya, sebagai latar belakang rancangannya. Kekaburan pola ini, seperti juga pada pola lainnya adalah bahwa terdapat kecenderungan untuk menonjolkan hal-hal penting. Siswa banyak belajar mengenai penyusunan laporan statistik yang baik, tetapi kurang mampu dalam perancangan arsitektur.

Lantas jurusan kita termasuk yang mana?

20 tahun Temu Karya Ilmiah Arsitektur Indonesia


Temu Karya Ilmiah Mahasiswa Arsitektur Indonesia yang kemudian
disebut dengan TKI-MAI merupakan sebuah wadah kegiatan informasi dan
komunikasi mahasiswa arsitektur se-Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun
di berbagai daerah di Indonesia, di mana di Forum TKI-MAI inilah
pertama kalinya mahasiswa arsitektur secara sadar membanding-bandingkan
mutu pendidikan yang didapat, mulai menggugat tanggung-jawab sosial arsitektur,
mulai membahas perkembangan arsitektur nusantara (Indonesia) dan
perkembangan-perkembangan arsitektur di luar negeri, dst-nya.
TKI-MAI selama 20 tahun ini telah melewati beberapa periode perjalanan sejarah. Periodisasi ini dilihat secara umum berdasarkan perkembangan internal TKI-MAI, namun masih perlu ditambah faktor penentu lainnya seperti ‘tekanan’ dan perubahan sistem pendidikan: pemberlakuan SKS, berlakunya 140 SKS dan masa studi 4,5 tahun, berkurangnya atau semakin sempitnya jadwal studio, dan berubahnya format organisasi kemahasiswaan, seperti pada masa NKK-BKK, paska NKK-BKK, SMU dan BEM dsb.
Periode Konsolidasi dan Pematangan Organisasi (tahun 1982-tahun 1989).
Pada periode ini adalah masa mulai dari TKI-MAI I di Jakarta tahun 1982- TKI-MAI VIII di Padang tahun 1989. Periode pematangan organisasi terjadi di Makassar dan direalisasikan di Padang tahun 1989. Kegiatan yang semula hanya sebuah pameran bersama di Dies Natalis Arsitektur UI, berkembang menjadi kegiatan-kegiatan ceramah dan diskusi, pengabdian masyarakat dsbnya.
Periode Realisasi Kegiatan “Menuju Kegiatan Nyata” (tahun 1990-tahun1994)
Pada periode ini adalah masa mulai dari TKI-MAI IX di Jakarta tahun 1990 - TKI-MAI XIII di Bandung tahun 1994. Periode keinginan “menuju kegiatan nyata” ini diawali oleh pembakuan kesepakatan, meskipun pembakuan ini diterjemahkan dengan sangat beragam.
Periode Krisis (tahun 1995-tahun1999)
Pada periode ini adalah masa mulai dari TKI-MAI XIV di Medan 1995 - TKI-MAI XVI di Semarang tahun 1999. Masa krisis adalah cerminan keterbelahan 2 pilihan, antara keinginan untuk aplikasi nyata atau tetap sebagai ajang latihan.
Periode Kebangkitan Kembali (tahun 2000- )
Selama 20 tahun ini TKI-MAI telah diselenggarakan
di berbagai kota-kota di seluruh Indonesia. Adapun
catatan perjalanan TKI_MAI sejak awal adalah sbb:
TKI-MAI I Jakarta 1982
TKI-MAI II Bandung 1983
TKI-MAI III Semarang 1984
TKI-MAI IV Jogja 1985
TKI-MAI V Surabaya 1986
TKI-MAI VI Bali 1987
TKI-MAI VII Makassar 1988
TKI-MAI VIII Padang 1989
TKI-MAI IX Jakarta 1990
TKI-MAI X Pekan Baru 1991
TKI-MAI XI Palu 1992
TKI-MAI XII Manado 1993
TKI-MAI XIII Bandung 1994
TKI-MAI XIV Medan 1995
TKI-MAI XV mati suri 1996-1998
TKI-MAI XVI Semarang 1999
TKI-MAI XVII Makassar 2000
TKI-MAI XVIII Bali 2001
TKI-MAI XIX Padang 2002
TKI-MAI XX Palu 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar